Kamis, 26 Januari 2012. Dua buah bus AC terlihat mengisi
ruang parkir sekolah kami, memang sekolah kami cukup luas area parkirnya
ditambah beberapa lapangan terbuka hijau yang juga luas untuk kami bermain bola,
Badminton, dan permainan-permainan lainnya yang biasa dilakukan oleh anak-anak
seusia kami. Alhamdulillah...Kami sangat bersyukur dan merasa beruntung bisa
sekolah di SD Almuslim karena kami bisa bermain sambil belajar sepuasnya tanpa
khawatir akan polusi udara.
Hari ini, Pagi pukul 05.50 Kami seluruh warga level/kelas
4 SD Al Muslim Tambun Bekasi dengan penuh semangat telah berkumpul di sekolah untuk melaksanakan KBM Lapangan
(Kegiatan Belajar Mengajar luar ruang kelas) di Observatorium Bosscha Lembang,
nah...dua bus AC yang parkir di depan sekolah kami itulah yang akan menemani
kami dalam perjalanan ke lokasi KBM Lapangan.
Para guru pembimbing kami diantaranya : Pak Arba’in, Bu
Yuli Astuti, Bu Leni Mariana, Pak Jamal, Pak Ahmad, Pak Zein, Pak Senang, Bu
Sri Sulastri, Bang Deni, dan Mbak Amel (salah satu alumni SD Al muslim yang
sedang bertugas mengabdi pasca nyantri di Pondok Modern Gontor Putri Mantingan), mereka para
guru kami yang tangguh dan siap mendampingi, menjaga, dan mengarahkan kami saat
KBM Lapangan di Bosscha Lembang nanti.
|
Pengarahan saat tiba di lokasi |
Kami tiba pukul 08.30 WIB waktu setempat, para guru
pembimbing yang dikomandoi oleh Pak Arbain dan Pak Ahmad mengumpulkan kami,
lalu memberikan beberapa arahan sebelum memasuki ruangan Teleskop Refraktor
Ganda Zeiss. Ketika kami berbaris menunggu giliran masuk, cuaca agak sedikit mendung ditambah
semilir angin yang berhembus, menambah
dinginnya udara Kota Lembang yang berada pada
ketinggian 1.310 meter di atas permukaan laut. Terbayangkan dinginnya…
|
Berbaris menuju pintu masuk
ruang teleskop Refraktor Ganda Zeiss |
Setelah menunggu beberapa detik, pintu Ruangan Teleskop
Refraktor Ganda Zeisspun terbuka, lalu keluarlah beberapa siswa-siswi SMPN 1
Ciputat, ternyata bukan hanya kami yang berkunjung pada hari ini, menurut
informasi yang kami dapat, setiap tahun puluhan ribu siswa dan Mahasiswa
berkunjung ke Bosscha untuk belajar mengenai astronomi. Setelah semua pelajar SMPN 1 Ciputat keluar
ruangan, kamipun dipersilahkan masuk, di dalam sudah menanti seorang petugas pemandu
dan sebuah teleskop raksasa dengan pondasi berbentuk lingkaran berdiameter ± 10
meter yang bisa berputar dan naik-turun, kamipun berdiri di sekelilingnya.
Kemudian pemandu tersebut menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan teleskop Raksasa
tersebut, baik nama dan jenis teleskop, teknis pengunaan dan kegunaannya serta
sejarahnya.
|
Seorang pemandu mempraktekkan
cara pemakaian teleskop |
Saat yang kami tunggupun tiba yaitu sesi tanya jawab,
kami memberondong pemandu dengan pertanyaan-pertanyaan yang beraneka ragam,
sehingga tak terasa waktu satu jam begitu cepat berlalu, namun kami seakan tak
terpuaskan, karena sebetulnya masih ada beberapa teman kami yang tak sempat
diberi waktu untuk bertanya, sebab waktu kunjungan telah usai. Beberapa
pertanyaan yang sempat diutarakan adalah sebagai berikut :
“Terbuat
dari bahan apakah teleskop raksasa ini pak ?” Tanya Ayuni Nur Fuadah kelas 4
Ibnu Sina
“Teropong terbuat dari besi baja” Jawab Bapak pemandu
|
Sesi tanya jawab dengan pemandu |
“Mengapa teleskop hanya digunakan pada malam hari pak?”
Tanya Rahma Aprilia kelas 4 Ibnu Rusyd.
“Karena pada malam hari bisa melihat bintang dan meteor”
Jawab Bapak Pemandu
“Bagaimana perawatan teleskop rakasasa ini?” Tanya Helma
kelas 4 Al kindy
“Lensa dan bodinya dibersihkan setiap 2 minggu sekali”
Jawab Bapak Pemandu.
“Apa saja yang dapat dilihat dengan teleskop raksasa ini
pak?” tanya Shabira Nurul Azeeza kelas 4 Alfaroby.
|
Sesi tanya jawab |
“Yang dapat dilihat adalah bulan, galaksi, planet, meteor
serta benda-benda angkasa lainnya” Jawab Bapak Pemandu
“Pernahkah teleskop ini mengalami kerusakan? Kalau
pernah, berapa kali?” Tanya Pak Arbain.
“Teleskop pernah mengalami kerusakan pada zaman penjajahan
Jepang, kemudian Belanda menjajah kembali dan memperbaikinya” jawab Bapak
Pemandu
“Mengapa Observatorium ini dinamakan Bosscha ?” Tanya Bu Yuli
“Nama Bosscha diambil dari Karel Albert Rudolf Bosscha seorang tuan
tanah di perkebunan teh Malabar,
yang bersedia menjadi penyandang dana utama dan berjanji akan memberikan
bantuan pembelian teropong bintang. Sebagai penghargaan atas jasa K.A.R.
Bosscha dalam pembangunan observatorium ini, maka nama Bosscha diabadikan
sebagai nama observatorium ini.” jawab Bapak Pemandu
|
Film tentang Astronomi |
Setelah Ruangan Teleskop Refraktor Ganda Zeiss, kami melanjutkan kunjungan ke
tempat berikutnya, di sini diputarkan film tentang Astronomi. Kami senang
sekali karena mendapat pengalaman baru tentang astronomi, kemudian kami berfoto
bersama wali kelas masing-masing dan guru pembimbing, selanjutnya kami makan
dan shalat berjamaah, lalu bersiap-siap untuk pulang.
|
Kelas 4 Al Kindy berphoto
di depan bangunan Teleskop Refraktor Ganda Zeiss |
|
Kelas 4 Ibnu Rusyd berphoto
di depan bangunan Teleskop Refraktor Ganda Zeiss |
Kelas 4 Al Faroby berphoto
di depan bangunan Teleskop Refraktor Ganda Zeiss
Kelas 4 Ibnu Sina berphoto
di depan bangunan Teleskop Refraktor Ganda Zeiss
Makan siang bersama
|
Shalat Berjamaah sebelum pulang |
Rangkuman tentang
Bosscha
Kota Lembang dikenal di dunia internasional karena
keberadaan Observatorium Bosscha yang telah berusia 89 tahun, salah satu tempat
peneropongan bintang tertua di Indonesia.
Observatorium Bosscha (dahulu bernama Bosscha Sterrenwacht) dibangun oleh Nederlandsch-Indische
Sterrenkundige Vereeniging (NISV) atau Perhimpunan Bintang Hindia Belanda. Pada
rapat pertama NISV, diputuskan akan dibangun sebuah observatorium di Indonesia
demi memajukan Ilmu Astronomi di Hindia Belanda.
Dan di dalam rapat itulah, Karel Albert Rudolf Bosscha, seorang tuan
tanah di perkebunan teh Malabar,
bersedia menjadi penyandang dana utama dan berjanji akan memberikan bantuan
pembelian teropong bintang. Sebagai penghargaan atas jasa K.A.R. Bosscha dalam
pembangunan observatorium ini, maka nama Bosscha diabadikan sebagai nama
observatorium ini.
Kota Lembang terletak
sekitar 15 km di bagian utara Kota Bandung dengan
koordinat geografis 107° 36' Bujur Timur dan
6° 49' Lintang Selatan.
Tempat ini berdiri di atas tanah seluas 6 hektare, dan berada pada ketinggian
1310 meter di atas permukaan laut atau pada ketinggian 630 m dari plato Bandung.
Kota Lembang atau Kota BINTANG (Bersih, Indah, Nyaman, Tertib, dan Anggun)
dipilih sebagai tempat observatorium ini bukan tanpa alasan. Terpilihnya
Lembang sebagai tempat observatorium ini lebih kepada letak geografisnya yang
sangat strategis tersebut. Persatuan Astronomi Internasionalpun
mempunyai kode untuk observatorium Bosscha yakni 299. Observatorium Bosscha
memiliki fasilitas teropong bintang dan perpustakaan astronomi yang terbaik dan
terlengkap koleksinya di Asia Tenggara. Dalam The Astronomical Almanac, nama
Lembang tercantum sebagai salah satu tempat di antara beberapa ratus tempat di
dunia yang terpilih sebagai lokasi peneropongan bintang.
Observatorium Bosscha didirikan pada 1 Januari 1923
ditandai dengan mulainya perencanaan pembangunan Refractor Ganda Zeiss dengan
diameter lensa sebesar 60 cm (24 inchi) dan panjang titik api sekitar 11 meter.
Saat pembangunannya selesai pada 7 Juni 1928, teleskop ini menambah jajaran
teleskop yang diperhitungkan di belahan Bumi Selatan. Ketika itu teleskop besar
yang mengeksplorasi langit selatan hanya refraktor Bloemfontein 27 –
inchi di Afrika Selatan (berdiri 1928) dan refraktor Mount Stromo 26 – inchi di Australia (berdiri
1925).
Pembangunan observatorium ini sendiri menghabiskan waktu
kurang lebih 5 tahun sejak tahun 1923 sampai
dengan tahun 1928. Publikasi
internasional pertama Observatorium Bosscha dilakukan pada tahun 1933. Namun kemudian
observasi terpaksa dihentikan dikarenakan sedang berkecamuknya Perang Dunia II.
Setelah perang usai, dilakukan renovasi besar-besaran pada observatorium ini
karena kerusakan akibat perang hingga akhirnya observatorium dapat beroperasi
dengan normal kembali.
Kemudian pada tanggal 17 Oktober 1951, NISV menyerahkan
observatorium ini kepada pemerintah RI. Setelah Institut Teknologi Bandung (ITB)
berdiri pada tahun 1959, Observatorium
Bosscha kemudian menjadi bagian dari ITB. Dan sejak saat itu, Bosscha
difungsikan sebagai lembaga penelitian dan pendidikan formal Astronomi di
Indonesia.
Terdapat 5 buah teleskop besar, yaitu:
|
Teleskop Refraktor Ganda Zeiss |
Merupakan Teleskop utama di Bosscha. Teleskop ini
biasa digunakan untuk mengamati bintang ganda visual, mengukur fotometri
gerhana bintang, mengamati citra kawah bulan, mengamati planet, mengamati
oposisi planet Mars, Saturnus, Jupiter,
dan untuk mengamati citra detail komet terang
serta benda langit lainnya. Teleskop ini mempunyai 2 lensa objektif dengan
diameter masing-masing lensa 60 cm, dengan titik api atau fokusnya adalah 10,7
meter.
|
Teleskop Schmidt Bima Sakti |
Merupakan satu-satunya teleskop survey di kawasan Asia
Tenggara dan dibangun atas
sumbangan UNESCO tahun 1960. Teleskop ini biasa digunakan untuk mempelajari
struktur galaksi
Bima Sakti,
mempelajari spektrum bintang,
mengamati asteroid, supernova,
Nova untuk ditentukan terang dan komposisi kimiawinya, dan untuk memotret objek
langit. Diameter lensa 71,12 cm. Diameter lensa koreksi biconcaf-biconfex 50 cm. Titik api/fokus 2,5 meter. Juga
dilengkapi dengan prisma pembias dengan
sudut prima 6,10, untuk memperoleh spektrum bintang.
Dispersi prisma ini pada H-gamma 312A tiap malam. Alat bantu
extra-telescope adalah Wedge Sensitometer, untuk menera kehitaman skala terang
bintang , dan alat perekam film.
|
Teleskop Refraktor Bamberg |
Teleskop ini biasa digunakan untuk menera terang bintang,
menentukan skala jarak, mengukur fotometri gerhana bintang, mengamati
citra kawah bulan, pengamatan matahari,
dan untuk mengamati benda langit lainnya. Dilengkapi dengan fotoelektrik-fotometer untuk
mendapatkan skala terang bintang dari intensitas cahaya listrik yang di timbulkan.
Diameter lensa 37 cm. Titik api atau fokus 7 meter.
|
Teleskop Cassegrain GO TO |
Teleskop lainnya adalah teleskop Cassegrain GOTO 45-cm
(hibah pemerintah Jepang tahun 1989), dengan teleskop ini, objek dapat langsung
diamati dengan memasukkan data posisi objek tersebut. Kemudian data hasil
pengamatan akan dimasukkan ke media penyimpanan data secara langsung. Teropong
ini juga dapat digunakan untuk mengukur kuat cahaya bintang serta pengamatan spektrum bintang.
Dilengakapi dengan spektograf dan fotoelektrik-fotometer.
|
Teleskop Refraktor Unitron |
Observatorium Bosscha merupakan sebuah laboratorium
astronomi yang menjadi perintis perkembangan astronomi dan ilmu pengetahuan
antariksa di Indonesia. Kontinuitas kerja dan tanggung jawab untuk
mengembangkan astronomi antar generasi di Indonesia merupakan
tugas penting yang dilaksanakan Observatorium Bosscha hingga saat ini.
Keberadaan Observatorium ini membuka jembatan untuk beinteraksi dengan dunia
ilmiah internasional melalui tukar menukar ilmu pengetahuan.
Keberadaan Observatorium Bosscha memberi kontribusi
penting bagi pendidikan formal maupun informal. Observatorium ini dipergunakan
sebagai laboratorium astronomi bagi pendidikan sarjana dan pasca sarjana serta
sebagai model Observatorium maupun museum astronomi dalam dunia
arsitek dan seni rupa. Selain itu, setiap tahun puluhan ribu siswa berkunjung
ke Observatorium Bosscha untuk mempelajari alam semesta melalui interaksi
langsung dengan astronom dan pengamatan benda langit menggunakan teleskop.
Observatorium Bosscha merupakan aset berharga bagi bangsa
Indonesia sehingga lingkungan di sekitarnya perlu dijaga kelestariannya.
Lingkungan Observatorium harus tetap terjaga dari polusi cahaya maupun polusi
angkasa (kandungan aerosol), agar pengamatan benda langit tidak terganggu.
Konservasi terhadap kawasan di sekitar Observatorium telah
dilakukan dengan menjadikan Observatorium Bosscha sebagai Benda Cagar Budaya.
Lingkungan konservasi tidak menghalangi “pembangunan” Lembang, namun
sebaliknya, konsep pembangunan Lembang perlu dipikirkan keunikannya dengan
tidak meniru pembangunan kota pada umumnya.
Saat ini, kondisi di sekitar Observatorium Bosscha
dianggap tidak layak untuk mengadakan pengamatan. Hal ini diakibatkan oleh
perkembangan pemukiman di daerah Lembang dan
kawasan Bandung Utara yang
tumbuh pesat sehingga banyak daerah atau kawasan yang dahulunya rimbun ataupun
berupa hutan-hutan kecil dan area pepohonan tertutup menjadi area pemukiman, vila ataupun
daerah pertanian yang bersifat komersial besar-besaran. Akibatnya banyak
intensitas cahaya dari kawasan pemukiman yang menyebabkan terganggunya
penelitian atau kegiatan peneropongan yang seharusnya membutuhkan intensitas
cahaya lingkungan yang minimal. Sementara itu, kurang tegasnya dinas-dinas
terkait seperti pertanahan, agraria dan pemukiman dikatakan cukup memberikan
andil dalam hal ini. Dengan demikian observatorium yang pernah dikatakan
sebagai observatorium satu-satunya di kawasan khatulistiwa ini
menjadi terancam keberadaannya.
Nah teman-teman, itulah pengetahuan yang kami dapatkan selama
KBM Lapangan di Observatorium Bosscha
Lembang Bandung, semoga dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan
teman-teman tentang Astronomi. Amin...
Salam Kami
Siswa-siswi Level 4 SD Al Muslim